“ … Janganlah gentar terhadap mereka, … sebab Aku menyertai engkau untuk melepaskan engkau, demikianlah firman Tuhan.” (Yer. 1:17b & 19b)
Bacaan : Yeremia 1
Yeremia, putra seorang imam, lahir dan dibesarkan di Anatot, desa para imam (6 km dari Yerusalem) selama pemerintahan Raja Manasye yang jahat. Ia melayani sebagai nabi di kerajaan selatan Yehuda, sepanjang 40 tahun terakhir dari sejarahnya (626-586 SM) pada tahun ke-13 pemerintahan Raja Yosia. Ia turut mendukung gerakan pembaharuan Yosia. Akan tetapi, ia segera menyadari bahwa gerakan itu tidak menghasilkan perubahan sejati dalam hati bangsa itu. Yeremia mengingatkan bahwa jika tidak ada pertobatan nasional sejati, maka hukuman dan pemusnahan akan datang. Yeremia masih hidup untuk menyaksikan serbuan Babel ke Yehuda yang berakhir dengan kebinasaan Yerusalem dan Bait Suci dalam tahun 586 SM. Hukuman Tuhan berupa pembuangan ke Babel tergenapi.
Yeremia seringkali disebut “nabi peratap”, seorang yang membawa amanat keras namun berhati lembut (mis. Yer. 8:21-9:1). Sifatnya yang lembut itu menjadikan penderitaannya semakin mendalam ketika firman nubuatan Allah ditolak penduduk Yehuda. Dapat dikatakan, Yeremia adalah seorang nabi yang kesepian dan ditolak seumur hidupnya. Ia juga harus menghadapi perlawanan yang berat. Ketika merangkum kehidupan Yeremia, seorang penulis mengatakan, “Tidak pernah manusia fana memperoleh beban yang begitu meremukkan. Sepanjang sejarah bangsa Yahudi tidak pernah ada teladan kesungguhan yang begitu mendalam, penderitaan tak henti-hentinya, pemberitaan amanat Allah tanpa takut, dan syafaat tanpa kenal lelah dari seorang nabi seperti halnya Yeremia. Tetapi tragedi kehidupannya ialah bahwa ia berkhotbah kepada telinga yang tuli dan menuai hanya kebencian sebagai balasan kasihnya dari orang-orang senegerinya” (Farley).
Namun ketika Yeremia telah berhenti berharap, Tuhan justru mengingatkannya bahwa masih ada harapan. Ia mendapatkan kekuatan karena janji Tuhan. Tuhan sendiri yang menyertainya sehingga ia dapat berkata, “Tak berkesudahan kasih setia TUHAN, tak habis-habisnya rahmat-Nya, selalu baru setiap pagi; besar kesetiaan-Mu!” (Rat. 3:22-23). Ini adalah kalimat yang begitu menguatkan di tengah penderitaan yang begitu hebat.
Penyertaan dan janji Tuhan bukan hanya diperuntukkan bagi nabi Yeremia, namun juga bagi setiap kita orang-orang yang senantiasa mengasihi dan taat kepada-Nya. (Bo@)
“Meski Tidak Dapat Melihat Sukacita, Penyertaan Dan Janji Tuhan Itu Nyata”