“Cukuplah itu! Sekarang ya Tuhan, ambillah nyawaku, sebab aku ini tidak lebih baik dari pada nenek moyangku.” (1 Raj. 19:4)
Bacaan : 1 Raja-Raja 19:1-18
Elia (arti namanya: Yahweh adalah Allah) berasal dari Tisbe di daerah Gilead. Ia adalah seorang nabi yang sangat menentang penyembahan berhala dan Tuhan memakainya secara luar biasa. Ia pernah berdoa “… supaya hujan jangan turun, dan hujan pun tidak turun di bumi selama tiga tahun dan enam bulan. Lalu ia berdoa pula dan langit menurunkan hujan dan bumi pun mengeluarkan buahnya” (Yak. 5:17-18). Ia juga pernah mengalahkan 450 nabi-nabi Baal saat berada di gunung Karmel. Meski demikian, Elia tetaplah manusia biasa.
Setelah Raja Ahab memberitahukan kepada Izebel, isterinya segala yang dilakukan Elia dan perihal Elia membunuh semua nabi Baal itu dengan pedang, maka Izebel menjadi sangat marah. Ia mengirimkan suruhan untuk memberitahukan Elia, ia akan mengambil nyawanya. Maka takutlah Elia, lalu bangkit dan pergi menyelamatkan nyawanya. Ia melarikan diri jauh dari ancaman Izebel hingga wilayah Bersyeba. Dia pergi ke padang gurun, duduk di bawah pohon arar dan berdoa. Ia merasa kalah, kelelahan, dan minta mati (ay. 1-4).
Ada penafsir yang menuliskan bahwa sebenarnya saat menyelamatkan nyawanya dari Izebel itu bukan karena ia takut akan kematian. Karena ayat 4 memberitahukan kita kalau Elia memohon kepada Allah untuk mengambil nyawanya. Elia melarikan diri karena ia sudah sangat depresi dan patah semangat. Ia memandang dirinya sudah berjerih lelah, berjuang, dan berkorban untuk kepentingan Tuhan, namun pada akhirnya semua terlihat sia-sia.
Dalam situasi seperti ini, Tuhan berkenan menolong dan menyatakan kasih setia-Nya kepada Elia. Ia menghadapi Elia yang frustasi dengan sikap penuh pengertian dan perhatian: (1) Ia membiarkan Elia tidur (ay. 5-6); (2) Ia memberi makanan kepada Elia (ay. 5-7); (3) Ia mengunjungi Elia dengan sebuah penyataan yang mengagumkan tentang kuasa dan kehadiran-Nya (ay. 11-13); (4) Ia memberikan penyataan dan petunjuk tambahan (ay. 15-18); dan (6) Ia memberikan kepada Elia seorang kawan yang sejiwa dan sehati (ay. 16, 21). Selain itu dicatat bahwa masih ada 7000 orang di Israel yang tidak sujud menyembah Baal dan yang mulutnya tidak mencium dia (ay. 18).
Kisah nabi Elia ini mengingatkan kita bahwa Tuhan setia memelihara kita. Seberat apapun masalah yang kita alami, kita harus menyakini bahwa Ia lebih besar dari segala permasalahan hidup kita. Jangan pernah biarkan diri kita terpuruk seperti Nabi Elia! (Bo@)
“Fokuslah Kepada Tuhan Bukan Kepada Masalah!”