“Dan pengertiannya yang gelap, jauh dari hidup persekutuan dengan Allah, karena kebodohan yang ada di dalam mereka dan karena kedegilan hati mereka.” (Efesus 4:18)
Bacaan : Efesus 4:17-24
Waktu kelima laki-laki muda dari kolese Wheaton dan Northwestern melakukan pendekatan pada suku Indian Aucas di Amerika Selatan, mencoba membawakan Injil kepada mereka, nyawa mereka melayang. Tubuh mereka yang ditembus tombak ditemukan mengambang di sungai. Mengapa suku Indian Aucas membunuh para laki-laki muda yang saleh itu? Karena ketidaktahuan. Mereka belum pernah mendengar Injil; mereka belum pernah membaca Alkitab. Mereka tidak tahu apa-apa tentang tolak ukur kebenaran Allah.
Ketidaktahuan adalah satu kata yang dapat digunakan untuk menerangkan mengapa orang berbuat dosa. Kadang-kadang orang tidak begitu bertanggung jawab untuk ketidaktahuan mereka. Bukan salah mereka bahwa mereka dilahirkan di negara, di mana Injil ditekan. Bukan pilihan mereka bahwa mereka dilahirkan di tengah keluarga, di mana orang tua anti Kristen dan melarang anak mereka mendengarkan Injil.
Meski demikian, Alkitab pun menyiratkan bahwa ada ketidaktahuan yang menjadi tanggung jawab orang, yaitu orang tidak percaya yang suka sekali tenggelam dalam pemikiran tidak berguna (ay. 17). Hal itu rupanya menjadi pilihan mereka dan agaknya ada hubungan dengan pernyataan berikut: “Pengertian yang gelap” (ay. 18). Siapa menggelapkan pengertian mereka? Jalan pikiran mereka sendiri. Dalam hal ini mereka bertanggung jawab untuk ketidaktahuan mereka sebab mereka telah mengeraskan hati mereka terhadap kebenaran. Rasul Paulus menggunakan kata porosis dari kata poros, yang berarti batu yang lebih keras daripada batu pualam untuk menggambarkan betapa kerasnya hati mereka. Kata ini dipakai untuk menyebut sesuatu dalam diri seseorang yang sudah sangat mengeras dan menekan, sehingga orang tersebut kehilangan segala kemampuan yang berangkut paut dengan perasaan. Mereka tidak merasa berdosa, tidak juga sadar akan kesengsaraan dan bahaya yang akan menimpa karena dosa mereka.
Jalan keluarnya bagaimana? Sederhana saja: “Tetapi Allah … .” (Ef. 2:4). Frase ‘tetapi Allah’ ini adalah kabar baik yang menyingkapkan dahsyatnya anugerah Allah. Ia memberi cahaya kepada pikiran yang gelap. Ia membawa pengetahuan kepada mereka yang tidak tahu, yaitu pengetahuan yang dapat menyelamatkan dari kesia-siaan dan ketidakbergunaan di dalam Kristus Yesus. Sungguh, syukur kepada Allah atas kasih karunia-Nya. (Bo@)
“Kekejian Dosa Terletak Pada Akibatnya Yang Membuat Perasaan Kita Keras Membatu”