Lalu TUHAN Allah memberi perintah ini kepada manusia: “Semua pohon dalam taman ini boleh kaumakan buahnya dengan bebas, tetapi pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat itu, janganlah kaumakan buahnya, sebab pada hari engkau memakannya, pastilah engkau mati.” (Kejadian 2:16-17)
Bacaan : Kejadian 2:16-17
Seorang ibu memberi tahu anak prasekolahnya, “Kau boleh mengendarai sepeda roda tigamu di trotoar, tetapi jangan mengendarainya di jalan. Kalau kamu melakukannya aku tidak akan mengizinkan kamu bermain di luar”. Seorang ayah mungkin memberitahu anak laki-laki remajanya, “Waktu kau membawa mobil, perhatikan dan patuhi batas kecepatan. Kau sudah harus ada di rumah pada jam sebelas malam. Kalau tidak kau tidak boleh membawa mobil lagi”. Apakah para orang tua tersebut melumpuhkan semangat muda anak-anak mereka? Apakah mereka tidak adil? Tidak. Mereka adalah orang tua bijak yang membatasi anak-anak mereka untuk melindungi diri mereka sendiri.
Kesetiaan paling baik terlihat apabila diuji. Di taman Eden TUHAN Allah menguji Adam dan Hawa, membiarkan mereka memakan buah apa saja secara bebas, kecuali buah pohon pengetahuan yang baik dan yang jahat. Tampaknya bukan ujian yang terlalu sulit. Bagaimanapun, mereka boleh makan dari pohon lain, dan tentu saja ada ratusan, mungkin juga ribuan jenis pohon. Sayangnya, mereka gagal untuk percaya dan taat pada kehendak Tuhan. Konsekuensinya, mereka memang akan mati, secara fisik dan rohani (Kej. 2:17).
Apa tujuan menguji? Sesungguhnya, sebuah ujian dapat memperlihatkan keberanian dan karakter kita. Tujuannya bukan untuk melihat kita gagal; tujuannya ialah untuk melihat sifat kepatuhan kita kepada Allah, kesetiaan, dan ketegaran kita saat kesulitan. Apakah kita memilih untuk tetap percaya dan taat kehendak-Nya? Apakah kita tetap mengakui hak-Nya untuk memerintah kita dan mengakui kewajiban kita untuk diperintah oleh-Nya?
TUHAN Allah menghendaki kesetiaan dan kasih kita dalam setiap ujian yang kita lalui, sebagaimana ditunjukkan oleh Ayub. “Karena Ia tahu jalan hidupku; seandainya Ia menguji aku, aku akan timbul seperti emas” (Ayb. 23:10). Ayub melihat ujian yang ia alami sebagai ujian iman dan kasihnya kepada Tuhan, serta untuk memurnikannya semurni emas. Karena emas dimurnikan dengan mencairkannya, maka begitupun ujian kita dirancang bukan untuk menghancurkan kita tetapi untuk memperlihatkan kasih setia kita kepada Tuhan. Oleh sebab itu, saat menghadapi ujian dalam hidup ini, tetaplah setia kepada-Nya! (Bo@)
“Iman Yang Sejati Harus Berhasil Diuji Dan Dimurnikan”