Sesudah Musa hamba TUHAN itu mati, berfirmanlah TUHAN kepada Yosua bin Nun, abdi Musa itu, demikian: “Hamba-Ku Musa telah mati; sebab itu bersiaplah sekarang, seberangilah sungai Yordan ini, engkau dan seluruh bangsa ini, menuju negeri yang akan Kuberikan kepada mereka, kepada orang Israel itu.” (Yosua 1:1-2)
Bacaan : Yosua 1:1-2; Keluaran 33:1-11
Musa adalah salah satu tokoh dalam Alkitab yang langsung diberi gelar sebagai hamba Allah oleh Allah sendiri. Gelar sebagai hamba Allah atau abdi Allah yang disandang Musa memiliki makna tersendiri. Dalam dunia Perjanjian Lama, nuansa makna seorang hamba atau abdi sedikit berbeda dengan nuansa makna seorang hamba atau abdi dalam Perjanjian Baru.
Sejak zaman purba perbudakan telah ada si seluruh Asia Barat Kuno. Di wilayah tersebut, terutama pada zaman Perjanjian Lama, budak-budak atau hamba-hamba atau abdi-abdi memperoleh berbagai hak berdasarkan hukum atau berdasarkan adat kebiasaan. Dalamnya termasuk hak memiliki (bahkan memiliki budak-budak lain) dan kekuasaan tuannya. Kadang-kadang seorang budak atau abdi dalam rumah tangga dapat menduduki posisi yang sangat terhormat dan diserahi kepercayaan yang besar. Hamba yang sudah lanjut usia milik patriark Abraham (kemungkinan Eliezer) mengelola seluruh harta majikannya (Kej 24:2; 15:2-3). Keturunan Abraham, Yusuf, ketika menjadi budak di Mesir mendapat tanggung jawab untuk mengawasi segala milik Potifar, pejabat istana Firaun (Kej 39:1, 5, 6). Di Israel, seorang budak bisa menjadi kaya dan menebus dirinya (Im 25:49). Seorang budak dalam dunia Perjanjian Lama dapat menjadi sosok yang sangat dekat dengan tuannya bagaikan sahabat.
Dalam Keluaran 33:11 digambarkan bagaimana kedekatan Allah Sang Tuan dengan Musa Sang Abdi. Digambarkan bahwa TUHAN berbicara kepada Musa dengan berhadapan muka seperti seorang berbicara kepada temannya. Berbicara berhadapan muka dengan Allah adalah satu hal yang sangat istimewa. Musa memiliki relasi yang akrab dan dekat dengan Allah. Bagaimana relasi kita dengan Allah? Adakah relasi kita dengan Allah adalah relasi yang dekat, hangat dan akrab? Ataukah relasi kita dengan Allah sudah menjadi dingin, beku dan kaku? Hari ini kita belajar dari kedekatan Musa Sang Abdi dengan Allah Sang Tuan. Milikilah relasi yang dekat, hangat dan akrab dengan Allah. (AP)
“Kedekatan Dengan Allah Sang Tuan Adalah Keniscayaan Bagi Kita Sang Abdi”