“Sebab Anak Manusia datang untuk mencari dan menyelamatkan yang hilang.” (Lukas 19:10)
Bacaan : Lukas 19:1-10
Dalam lingkungan masyarakat kita, biasanya ada orang-orang tertentu yang dipinggirkan. Mungkin karena status sosial, gaya hidup, atau tingkah laku mereka. Zakheus adalah salah satunya. Pada waktu itu, menolak bahkan membenci Zakheus sangatlah mudah dilakukan karena pekerjaannya sebagai kepala pemungut cukai. Pemungut cukai adalah orang Yahudi yang bekerja pada pemerintah Roma sehingga mereka dianggap sebagai pengkhianat oleh orang-orang sebangsanya. Apalagi sudah menjadi rahasia umum bila sebagai pemungut cukai, ia membuat dirinya sendiri kaya dengan memungut pajak yang lebih tinggi dari orang sebangsanya atau dengan menggelapkan cukai. Bagi masyarakat Yahudi, pemungut cukai adalah orang paling berdosa bagi Allah. Mereka tidak pantas mendapat pengampunan dan keselamatan Allah.
Namun yang menggemparkan orang banyak, Yesus justru berkenan berkunjung ke rumah Zakheus dan makan bersamanya (ay. 5). Tentu saja sikap Yesus ini membuat orang banyak bersungut (ay. 7). Bagi mereka, tindakan Yesus ini adalah ungkapan penerimaan, sementara mereka menganggap Zakheus tidak pantas menerimanya.
Yesus sendiri tidak peduli dengan anggapan orang banyak tentang Zakheus sebab tujuan-Nya datang ke dalam dunia adalah mencari dan menyelamatkan mereka yang terhilang (ay. 9-10), dan Zakheus salah satunya. Ia memandang Zakheus sebagai orang berdosa yang membutuhkan belas kasihan-Nya. Anugerah Allah berlaku juga atas orang yang banyak dosa dan dibuang oleh sesamanya.
Perjumpaan dan penerimaan Yesus terhadap dirinya memberikan dampak yang luar biasa bagi Zakheus. Ia sadar bahwa hidupnya perlu diubah. Ia mengalami pertobatan dan berkomitmen kepada Yesus bahwa ia akan memberi separuh hartanya untuk membantu orang miskin, dan akan membayar empat kali lipat bagi mereka yang pernah diperasnya (ay. 8). Di sini kita melihat bagaimana Zakheus mengalami pembaharuan hidup oleh karena belas kasihan Yesus dinyatakan bagi mereka yang ditolak.
Tuhan pun memanggil kita untuk meneladani hal yang sama, yaitu menerima sesama dengan cinta kasih dan tulus hati. Sudahkah kita melakukannya? (Bo@)
“Belas Kasihan Ilahi Dibutuhkan Untuk Memulihkan Sesama”