“Dan mengenakan manusia baru, yang telah diciptakan menurut kehendak Allah di dalam kebenaran dan kekudusan yang sesungguhnya. Karena itu buanglah dusta dan berkatalah benar seorang kepada yang lain, karena kita adalah sesama anggota.” (Efesus 4:24-25)
Bacaan : Efesus 4:24-25
Tema renungan SABDA Minggu ini adalah “Bayar Janjimu!” yang bertujuan mengajak setiap orang percaya mengerti bahwa Allah senantisa menanti umat-Nya memenuhi janji-janjinya dan termotivasi menjadi pribadi yang menepati janji kepada Allah dan sesama.
Apa itu janji? Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, arti “janji” diantaranya adalah (1) ucapan yang menyatakan kesediaan dan kesanggupan untuk berbuat (seperti hendak memberi, menolong, datang, bertemu); dan (2) persetujuan antara dua pihak (masing-masing menyatakan kesediaan dan kesanggupan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu). Ada juga yang mengartikan bahwa janji adalah hutang. Jika kita berjanji akan hadir di suatu acara, maka kita harus berupaya sedemikian rupa untuk hadir di acara itu. Dapat dikatakan, berjanji adalah hal yang berat. Oleh sebab itu, kita harus memikirkan dengan baik sebelum berjanji, apakah kita mampu menepatinya. Apabila tidak mampu, janganlah berjanji.
Apakah menepati janji itu penting? Tentu saja menepati janji itu sangat penting sebab memegang janji menunjukkan “diri kita yang sebenarnya”. Hal itu menunjukkan apakah kita memiliki moral yang rusak atau tidak rusak (benih yang berbuah) dalam diri kita sendiri, terlebih sebagai umat Tuhan. Ingkar janji berarti rasa percaya dan relasi yang rusak. Tuhan menghendaki kita memegang teguh janji kita dan menepatinya, baik kepada-Nya maupun kepada sesama. Ia ingin kita menjadi teladan moral dalam keseharian sebab kata-kata yang kita ucapkan dan janjikan juga menunjukkan nilai-nilai Kristen kita. Orang lain dapat melihat Yesus melalui diri kita apabila kita jujur dan memegang teguh kata-kata kita.
Rasul Paulus dalam Efesus 4:24-25 menegaskan bahwa setiap orang percaya adalah “manusia baru” yang telah diciptakan menurut kehendak Allah di dalam kebenaran dan kekudusan. Karena itu membuang dusta dan berkata benar adalah salah satu buktinya. Tidak cukup dengan sekadar tidak berdusta atau berbohong, seorang manusia baru juga diwajibkan mengatakan yang benar (band. Za. 8:16). Singkatnya, setiap tindakan dan perkataan kita memang sudah seharusnya selaras dengan status kita sebagai manusia baru di dalam Kristus, hidup mengikuti teladan Allah, dan sejalan dengan firman-Nya. (Bo@)
“Umat Tuhan Itu Harus Dapat Dipegang Kata-Katanya”