“Sebab itu jadilah penurut-penurut Allah, seperti anak-anak yang kekasih dan hiduplah di dalam kasih, sebagaimana Kristus Yesus juga telah mengasihi kamu dan telah menyerahkan diri-Nya untuk kita sebagai persembahan dan korban yang harum bagi Allah.” (Efesus 5:1-2)
Bacaan : Efesus 5:1-2
Suatu hari di musim dingin, di Rockefeller Center di New York, seorang pria mengamati para pemain sepatu es. Ia tertarik khususnya kepada dua orang: seorang gadis remaja yang sedang dilatih oleh seorang pemain sepatu es yang brilian. Gadis ini mengelilingi arena, membuat lingkaran besar dekat dengan pinggiran arena; gurunya membuat lingkaran yang lebih kecil menuju pusat arena, mengambil posisi klasik sambil mengamati setiap gerakan gadis ini. Mudahlah dilihat bahwa gadis ini tidak percaya diri. Beberapa kali ia hampir jatuh. Tetapi setiap kali ia mulai goyah, tahu-tahu gurunya mendampinginya, sikutnya dipegang oleh sang guru untuk mempertahankan keseimbangannya.
Kata pengamat ini dalam hati, “Sungguh gambaran kehidupan yang Tuhan Yesus kehendaki kita jalani! Allah telah memberikan kepada banyak orang di antara kita karunia menolong mereka yang lebih muda atau yang kekurangan!”. Betapa benarnya hal ini terutama bagi para orang tua. Para orang tua dipanggil untuk selalu memperhatikan dan siap menolong anak-anaknya sehingga yang tidak teguh akan tahu bahwa ia telah ditolong, dan sentuhan di saat yang tepat itu akan mencegahnya jatuh.
Tuhan memanggil para orang tua untuk menolong setiap anak – keturunan ilahi untuk menjadi penurut-penurut Allah (ay. 1). Sebagai anak-anak Allah yang dikasihi-Nya, kita harus mengikuti teladan-Nya sebagaimana seorang anak mengikuti teladan ayahnya. Pertanyaannya: Mengapa kita harus menjadi penurut-penurut Allah? Karena setiap orang percaya merupakan “anak-anak kesayangan” Allah dan telah mengalami kasih-Nya, maka sekarang kita memiliki sebuah patokan untuk ditaati, sebuah jalan untuk dituruti. Watak kita sebagai anak-anak-Nya mengharuskan kita untuk menyerupai Dia, khususnya di dalam kasih dan kebaikan-Nya, di dalam belas kasihan dan kesediaannya untuk mengampuni. Sifat-sifat ilahi tersebut harus memimpin dan mempengaruhi keseluruhan tingkah laku hidup kita dan harus menjadi asas yang mendasari semua tindakan kita.
Kristus adalah teladan sempurna menjadi penurut-penurut Allah (ay. 2). Sudahkah kita mengikuti gaya hidup-Nya dan menolong anak-anak kita melakukan hal yang sama? (Bo@)
“Meniru Allah Berarti Meniru Kristus”