Orang Yang Memegang Janji Diperkenan Allah
23/03/2021
Nazar Yefta
25/03/2021

Berjanji Kepada Allah

“Kalau engkau bernazar kepada Allah, janganlah menunda-nunda menepatinya, karena Ia tidak senang kepada orang bodoh. Tepatilah nazarmu. Lebih baik engkau tidak bernazar dari pada bernazar tetapi tidak menepatinya.” (Pengkhotbah 5:3-4)

Bacaan : Pengkhotbah 5:3-4

Di dalam Alkitab, berjanji kepada Allah disebut sebagai nazar (Ibrani: nadar). Dalam artikel Sarapan Pagi Biblika Ministry mengenai “Nazar” dijelaskan bahwa maksud dan tujuan nazar, antara lain: (1) kehendak melaksanakan suatu tindakan (Kej. 28:20) atau sebagai sebuah tekad pengabdian kepada Tuhan; (2) menjauhkan diri dari suatu tindakan tercela (Mzm. 132:2 dab) karena ingin memperoleh belas kasihan Tuhan (Bil. 21:1-3); atau (3) sebagai wujud kegairahan atau penyerahan diri kepada Tuhan (Mzm. 22:25).

Apabila suatu nazar dikaulkan – biasanya nazar diucapkan dengan suara nyaring (Ul. 23:23) – ikatannya sama kudusnya dengan sumpah (Ul. 23:21-23). Oleh karena itu janganlah bernazar tanpa memikirkannya dengan sungguh-sungguh (Ams. 20:25), sebab orang yang bernazar, misalnya mengucapkan nazar hendak mempersembahkan sesuatu (Yer. 33:18; Yos. 8:35) dan kemudian tiba saatnya, maka ia bebas dari ikatan nazarnya tadi, hanya bila ia melaksanakan penyerahan persembahan itu. Melaksanakan tuntutan nazar itu adalah kebahagiaan orang yang bernazar (Ayb. 22:27). Namun mempersembahkan ternak yang cacat menggantikan ternak yang sudah dinazarkan adalah perbuatan dosa dan mendatangkan kutuk Allah (Mal. 1:14). Perlu diketahui, apa yang sudah menjadi milik Allah (misalnya anak sulung, buah bungaran, persepuluhan – Im. 27:26), atau suatu kekejian bagi Allah (Ul. 33:18 ), tidak boleh dinazarkan. Tetapi anak sulung bisa ditebus (Im. 27; Bil. 3:44).

Bernazar atau tidak bernazar bukanlah dosa. Nazar tidak menambah atau mengurangi nilai iman seseorang. Justru yang menjadi masalah adalah, apabila seseorang telah bernazar kepada Tuhan namun tidak memenuhinya. Oleh sebab itulah setiap umat dituntut berhati-hati jika hendak bernazar, jangan emosional. Pengkhotbah 5:3-4 mengingatkan hal tersebut bahwa “jauh lebih baik Anda tidak bernazar karena itu bukan dosa, daripada Anda bernazar namun tidak memenuhinya, karena itu mengakibatkan dosa.”

Jadi intinya, nazar adalah sebuah janji yang sangat serius dan harus ditepati, tidak boleh dibatalkan dengan atau alasan apapun. Apalagi janji ini bukan bersifat horizontal, yaitu janji kepada sesama manusia, melainkan bersifat vertikal, yakni janji kepada Allah. Nazar itu bersifat sakral, bahkan sama kudusnya dengan sumpah. (Bo@)

Berlakulah Bijak Dan Berhati-Hatilah Dalam Bernazar!