Ignatius: Dari Gelap Memberi Terang
13/05/2014
Hidup Orang Pilihan
13/05/2014

Manusia Duniawi

“Karena kamu masih manusia dunaiwi…, bahwa kamu manusia duniawi
dan bahwa kamu hidup secara manusiawi?” (1 Korintus 3:3)

Semut madu bertahan hidup pada masa sulit dengan bergantung pada
anggota-anggota tertentu dalam kelompok mereka yang dikenal sebagai “wadah
madu”. Mereka mengisap begitu banyak madu, sehingga tubuh mereka akan
menggembung sampai mirip buah beri yang bulat kecil. Akibatnya mereka
hampir-hampir tidak bisa bergerak. Apabila makanan dan air mulai jarang
didapat, semut-semut ini kemudian bertindak sebagai “perut sosial” dan
menopang hidup seluruh koloni dengan menyediakan apa yang telah mereka
simpan di dalam tubuh mereka sendiri. Semut madu memiliki relasi yang indah
dalam koloninya, mereka mau saling berkorban dan membantu.
Rasul Paulus menilai jemaat Korintus sebagai jemaat yang belum dewasa
dalam Kristus. Paulus dengan jujur menyatakan bahwa mereka masih belum
mampu menerima makanan keras, susulah yang masih harus mereka minum.
Paulus tidak menganggap jemaat Korintus sebagai manusia rohani, melainkan
manusia duniawi. Paulus memberikan ciri-ciri manusia duniawi adalah jika ada iri
hati dan perselisihan dalam jemaat Kristus. Paulus mengingatkan bahwa pelayanpelayan Tuhan ada karena karya Tuhan dalam hidup mereka. Paulus menyatakan
bahwa dirinya hanyalah menanam, Apolos yang menyiram, tetapi Allah yang
memberi pertumbuhan. Baik yang menanam maupun yang menyiram adalah
sama; dan masing-masing akan menerima upahnya sesuai dengan pekerjaannya
sendiri (ay. 6-8). Bagi Paulus, sangat jelas bahwa perselisihan dan permusuhan
adalah wujud manusia duniawi.
Oleh karena itu, warga gereja perlu bercermin diri: apakah masih duniawi
atau sudah menjadi rohani? Alat ukur sederhana yang bisa dipakai adalah ukuran
Paulus, apakah warga gereja masih hidup dalam iri hati dan perselisihan? Jika
jawabannya: ya, maka warga gereja masih duniawi! Setiap pelayan-pelayan
Tuhan perlu mawas diri supaya memberikan contoh teladan yang baik, sehingga
tercipta kerukunan dan kehidupan kebersamaan yang indah dalam jemaat.
Warga gereja harus terus bertumbuh sebagai manusia rohani, menempatkan
dirinya sebagai ladang Allah atau bangunan Allah, dan menempatkan Allah
sebagai sumber pertumbuhan. Warga gereja yang sudah menjadi manusia rohani
adalah warga gereja yang mampu mengelola perbedaan dan konflik, serta tidak
lagi terjebak dalam perselisihan; melainkan membangun kebersamaan yang
saling menopang dan membantu. (NLU)