“Jawaban yang lemah lembut meredakan kegeraman, tetapi perkataan yang pedas membangkitkan marah.” (Amsal 15:1)
Bacaan : Amsal 15:1
Dalam sebuah renungan harian dikisahkan tentang seorang tukang kayu yang menerima sepucuk surat dari anaknya yang berada di luar kota. Karena buta huruf, ia meminta tolong penjual daging kenalannya yang memiliki watak keras untuk membacakan surat itu, “Ayah aku sakit dan tidak punya uang sesenpun. Tolong kirimkan aku sejumlah uang dan mohon Ayah sesegera mungkin ya mengirimnya”. Isi surat itu dibacakan dengan nada keras dan kasar oleh tukang daging tersebut sehingga membuat si tukang kayu menjadi marah dan dengan emosi berkata, “Dasar anak tidak tahu diri, memangnya dia siapa memerintah aku. Kurang ajar, jangan kira aku akan mengirimi dia sesenpun”.
Dalam kemarahannya ia kembali ke rumah, tetapi di perjalanan pulang ia bertemu sahabatnya, seorang penjahit yang bersuara lembut. Ia pun bercerita tentang surat yang ia terima dari anaknya dan meminta sang sahabat membacanya. Si penjahit itu lalu membaca surat tersebut dengan suaranya yang lembut, tenang, dan jelas sehingga membuat si tukang kayu menjadi sedih dan berkata, “Oh, anakku yang malang. Kamu pasti sangat menderita. Lebih baik aku segera mengiriminya uang sekarang juga”.
Dampak dari sebuah pesan sangatlah tergantung pada cara orang yang menyampaikannya. Penyampaian yang keras dan kasar membuat sang ayah marah terhadap anaknya. Sebaliknya, penyampaian yang lemah lembut membuat sang ayah berempati.
Kisah di atas membuktikan kebenaran perkataan penulis Amsal bahwa “Jawaban yang lemah lembut meredakan kegeraman, tetapi perkataan yang pedas membangkitkan marah”. Perkataan yang lemah lembut dapat menjaga kedamaian. Sebaliknya, tidak ada hal yang dapat membangkitkan marah dan menebar perselisihan seperti perkataan yang pedas.
Saat ini kita mewakili Kristus melalui perkataan kita. Betapa terhormatnya kita bila dikenal sebagai orang-orang yang selalu tersenyum dan memiliki tutur kata yang lembut bagi semua orang. Oleh sebab itu, untuk menghindari rusaknya kedamaian, banyak sakit hati, dan konflik dalam kehidupan sehari-hari, ketika orang lain meninggikan suara atau membuat kita marah, marilah kita belajar untuk merendahkan suara kita dan menjawab dengan lemah lembut. Sikap yang lemah lembut akan meredakan konflik dan amarah. (Bo@)
“Jawaban Yang Lemah Lembut Dapat Melembutkan Hati Yang Keras”