“Dan supaya aku jangan meninggikan diri karena penyataan-penyataan yang luar biasa itu, maka aku diberi suatu duri di dalam dagingku, yaitu seorang utusan Iblis untuk menggocoh aku, supaya aku jangan meninggikan diri.” (2 Korintus 12:7)
Bacaan : 2 Korintus 12:7-10
“The Chance World” merupakan sebuah buku anak-anak yang mengimajinasikan sebuah planet khayalan, di mana segala sesuatu terjadi secara tidak terduga. Misalnya: matahari bisa terbit sehari penuh atau bahkan tidak terbit sama sekali, dan bisa muncul pada jam berapa saja; bulan dapat bersinar selama beberapa hari; ada hari di mana semua orang dapat melompat dan tidak jatuh lagi ke tanah; tetapi keesokan harinya, gaya gravitasi menjadi begitu kuat, sehingga orang-orang tidak dapat mengangkat kaki. Henry Drummond, seorang pakar biologi yang berasal dari Skotlandia, berkomentar bahwa di tempat seperti di buku “The Chance World”, di mana hukum alam tidak berlaku, logika akan menjadi hal yang mustahil diterapkan. Tempat itu akan menjadi dunia yang gila, yang dihuni oleh orang-orang gila. Pernyataan Drummond mengandung arti bahwa manusia harus mensyukuri ketergantungan atas hukum-hukum alam yang telah ditetapkan oleh Sang Pencipta. Hukum alam adalah keuntungan besar bagi semua ciptaan di alam semesta, jika dikenali dan dihargai. Tetapi jika kita melanggar hukum alam, kita akan menanggung akibatnya.
Tuhan telah merancang alam semesta dengan tata aturan yang sempurna dan demi kebaikan semua ciptaan-Nya. Ada hukum-hukum dan aturan-aturan yang harus dipatuhi oleh ciptaan, termasuk manusia. Meskipun seringkali tata aturan itu dirasa membelenggu dan membatasi manusia, sesungguhnya selalu ada nilai kebaikan di balik semuanya itu. Rasul Paulus menyadari akan keterbatasan dan kelemahan dirinya. Ia meminta kepada Tuhan agar dibebaskan dari “duri di dalam dirinya”, namun permohonannya ditolak Tuhan. “Tentang hal itu aku sudah tiga kali berseru kepada Tuhan, supaya utusan Iblis itu mundur dari padaku. Tetapi jawab Tuhan kepadaku: “Cukuplah kasih karunia-Ku bagimu, sebab justru dalam kelemahanlah kuasa-Ku menjadi sempurna”. Sebab itu terlebih suka aku bermegah atas kelemahanku, supaya kuasa Kristus turun menaungi aku” (ay. 8-9). Murid atau abdi Kristus masa kini wajib memahami dan mengerti, bahwa ada kekurangan serta kelemahan yang Tuhan ijinkan untuk dimiliki. Tapi bukan dalam rangka untuk melukai dan mencelakai, melainkan abdi Tuhan dapat bergantung sepenuhnya akan kuasa pemeliharaan-Nya. (NLU)
“Keterbatasan Diri Menghadirkan Pemahaman Akan Kuasa Sang Pemberi”