Jujur harus diakui, tidak sedikit orang Kristen berpikir bahwa ibadah
hanya dibatasi dalam kegiatan ibadah minggu atau kegiatan rohani lainnya yang di
dalamnya diisi dengan susunan liturgi gereja, pujian, doa, penyembahan, dan
perenungan Firman Tuhan yang dipimpin oleh seorang pendeta, yang dilakukan
dalam ruangan kebaktian tertentu dan yang dibatasi waktu tertentu. Dalam
bahasa aslinya, kata “ibadah” dalam bahasa Ibrani mengunakan kata abodah
yang memberikan pengertian “sikap membungkukan badan tanda hormat
seorang hamba di hadapan tuannya” dan bahasa Yunani kata latreia, leitourgia
memberikan pengertian “sikap tunduk serta mencium tangan tanda hormat dan
mengasihi”. Dari pengertian ibadah dalam bahasa aslinya ini dapat disimpulkan:
ibadah menyangkut sikap hormat, tunduk yang dilandasi oleh kasih dari seorang
hamba kepada Tuannya.
Rasul Paulus dalam kitab Roma 12:1 menekankan bahwa dasar atau
hakekat ibadah yang sejati adalah hidup yang dipersembahkan kepada Allah. Dan
hidup yang dipersembahkan itu adalah hidup yang kudus dan yang berkenan
kepada Allah.
Pertanyaan yang muncul adalah apakah orang kristen hanya
mempersembahkan hidupnya kepada Allah sebagai tanda hormat, tunduk, dan
kasihnya hanya dibatasi dalam ruang kebaktian dan dalam ibadah-ibadah
tertentu saja? Setelah selesai berbagai kebaktian tersebut apakah orang kristen
tidak lagi mempersembahkan hidup kepada Allah? Jawabannya: tentu saja tidak!
Dimanapun, kapanpun dan dalam situasi apapun, orang Kristen harus terus
mempersembahkan hidupnya kepada Tuhan.
Ketika orang kristen memahami bahwa ibadah menyangkut hidup yang
dipersembahkan kepada Allah dan yang teraplikasi dalam sikap tunduk, hormat,
dan kasih kita kepada Tuhan, maka dimanapun dan kapanpun kita tetap dalam
ibadah sebab dimanapun, kapanpun dan dalam situasi apapun, hidup kita tetap
milik Tuhan karena telah dipersembahkan kepada Tuhan. Sebab itu orang kristen
harus menjaga hidupnya untuk terus mempermuliakan Tuhan dimanapun,
kapanpun, dan dalam situasi apapun. (Bo@)